A.
Konsep Globalisasi
Konsep globalisasi dapat diartikan
sebagai pengglobalan atau penyatuan
seluruh aspek kehidupan di dunia ini. Penyatuan ini dilakukan melalui upaya
penyeragaman yang mendunia meliputi seluruh negara yang ada. Ketika suatu
istilah baru menjadi populer, hal ini seringkali meliputi suatu perubahan
penting
sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan
kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filsof, Jeremy Bentham
mengistilahkan “internasional” pada tahun 1780, dianggap sebagai suatu
pencerahan, dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidup
keseharian, yaitu berkembangnya negara/bangsa dan transaksi yang terjadi
melintasi batas diantara masyarakat di dunia.
Pada tahun 1980, terjadi perkembangan
yang cukup signifikan. Hal ini
dilihat dari perbincangan mengenai globalisasi telah tersebar luas. Istilah ini
kemudian secara cepat menjadi standar kata-kata di berbagai bidang, baik di
lingkungan akademis, jurnalis, politisi, bankir, periklanan, ekonomi, dan
hiburan. Lambat-laun, globalisasi menjadi suatu proses hubungan sosial secara
relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya
batasanbatasan
secara nyata, sehingga ruang lingkup kehidupan manusia semakin
bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai
satu kesatuan tunggal. Globalisasi mengharuskan pergerakan barang dan jasa
antar-negara di seluruh dunia bergerak bebas dalam perdagangan, tanpa halangan
apapun.
Bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan,
nilai budaya, dan lain-lain. Jargon globalisasi muncul dari neoliberalisme yang
memiliki agenda restrukturisasi perekonomian dunia.
Adapun problematika yang menjadi
tantangan global terhadap
eksistensi jatidiri bangsa adalah sebagai berikut:
a. Pluralitas masyarakat Indonesia
tidak hanya berkaitan dengan budaya, tetapi
juga dimensi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat sehingga proses
globalisasi informasi membawa dampak yang sangat kompleks.
b.
Salah
satu dampak globalisasi informasi bagi bangsa Indonesia yaitu dimulai
dari timbulnya krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis
multidimensi. Dalam waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami empat kali
pergantian pemerintahan. Tidak hanya itu, di era reformasi muncul berbagai
macam kerusakan dan pemberontakan yang disertai isu anarkis, SARA,
dan separatisme.
c.
Kemajuan
teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin
menyempit dan jarak waktu semakin memendek. Akibatnya bagi bangsa
Indonesia yang berorientasi pada negara-negara maju, dalam waktu relatif
singkat dapat beradaptasi terutama di bidang teknologi, ekonomi, sosial,
dan budaya.
Akhirnya, tidak menutup kemungkinan timbul kehidupan sosial
budaya dalam
kondisi persaingan yang sangat tajam, rasa solidaritas semakin menipis,
manusia seolah tidak begitu peduli lagi dengan kehidupan orang lain.
Bangsa Indonesia yang dulu dipandang sebagai masyarakat yang kuat
solidaritasnya, sekarang menjadi masyarakat yang mementingkan diri sendiri,
egoisme semakin menonjol, yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi
yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai
meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap
mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung
satu sama lain.
·
Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan
semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor,
lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·
Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan
sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia.
Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·
Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu
bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari
barat sehingga mengglobal.
·
Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas.
Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status
ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi
sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Adapun dampak globalisasi antara lain:
1. Dampak positif
·
Mudah
memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
·
Mudah
melakukan komunikasi
·
Cepat
dalam bepergian (mobilitas tinggi)
·
Menumbuhkan
sikap kosmopolitan dan toleran
·
Memacu
untuk meningkatkan kualitas diri
·
Mudah
memenuhi kebutuhan
2. Dampak negatif
·
Informasi
yang tidak tersaring
·
Perilaku
konsumtif
·
Membuat
sikap menutup diri, berpikir sempit
·
Pemborosan
pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
·
Mudah
terpengaruh oleh hal yang b
·
\erbau barat.
B. Konsep Multikulturalisme
Pengertian
multikulturalisme diberikan oleh para ahli sangat beragam, multikulturalisme
pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam
berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap
realitas keagamaan yang pluralis dan multikultural yang ada dalam kehidupan
masyarakat. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya).
Multikulturalisme secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada.
Menurut longer oxford directionary istilah “multiculturalme” merupakan
deviasi kata multicultural kamus ini meyetir dari surat kabar di Kanada,
Montreal times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat
multicultural dan multilingual. (Muhaemin el-Ma’hadi, Multikulturalisme dan
Pendidikan Multikulturalisme). Multikulturalisme ternyata bukanlah
pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang kompleks, nyaitu “multi”
yang berarti plural dan “kulturalisme” berisi tentang kultur atau
budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme
bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan
tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam
pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama;
pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua,
legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam gelombang pertama
multikulturalisme yang esensi terhadap perjuangan kelakuan budaya yang berbeda (the
other). (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).
Konsep
multikulturalisme tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa
atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep
multikulturalisme menekankan keanekaragaman dan kesederajatan.
Multikulturalisme harus mau mengulas berbagai permasalahan yang mengandung
ideologi, politik, demokerasi, penegakan hukum, keadialan, kesempatan kerja dan
berusaha, HAM, hak budaya komuniti golongan minoritas, prinsip-prinsip etika
dan moral dan peningkatan mutu produktivitas. (Parsudi Suparlan, Menuju
Masyarakat Indonesia yang Multikultural). Memang dalam kerangka konsep
masyarakat multikultural dan multikulturalisme secara subtantif tidaklah
terlalu baru di Indonesia dikarenakan jejaknya dapat ditemukan di Indonesia,
dengan prinsip negara ber-Bhenika Tunggal Ika, yang mencerminkan bahwa
Indonesia adalah masyarakat multikultural tetapi masih terintregrasi ke-ikaan
dan persatuan. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya). Sebagai
gambaran tentang multikulturalisme digambarkan oleh John Haba tentang semangat
kekristenan mulai menurun dikalangan intelektual dunia barat dipengaruhi
semangat multikulturalisme, maka persilangan paradigma, tentang boleh tidaknya
gereja dilakalangan misi bukan kristen. Para intelektual barat melemahkan visi
dan misi gereja di era posmodernisme dan mereka bersikap apatis dan bahkan
memilih menjadi pengikut agama Budha, Hindu atau ateis menjadi warga gereja.
(John Haba, Gereja dan Masyarakat Majemuk). Multikulturalisme bukanlah
sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena
dibutuhkan sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup
masyarakat. multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah berdiri sendiri terpisah
dari ideologi-ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan konsep bangunan
untuk dijadikan acuan guna memahami mengembangluaskannya dalam kehidupan
bermasyarakat.untuk memahami multikulturalisme, diperlukan landasan pengetahuan
berupa konsep-konsep yang relevan dan mendukung serta keberadaan berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan. Akar dari multikulturalisme adalah
kebudayaan. Kebudayaan yang dimasudkan disini adalah konsep kebudayaan yang
tidak terjadi pertentangan oleh para ahli, dikarenakan multikulturalisme
merupakan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan harus dulihat dari perfektif
fungsinya bagi manusia. (Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang
Multikultural).
Dengan
pengunaan istilah dan praktek dari multikulturalisme, Parehk membedakan lima
jenis multikulturalisme.
1. Multikulturalisme
asosianis, yang
mengacu pada masyarakat dimana kelompok berbagai kultur menjalankan hidup
secara otonom dan menjalankan interaksi minimal satu sama lain. Contohnya
adalah masyarakat pada sistem “millet”, mereka menerima keragaman tetapi mereka
mempertahankan kebudayaan mereka secara terpisah dari masyarakat lainnya.
2. Multikultualisme
okomodatif, yakni
masyarakat plural yang memiliki kultura dominan, yang membuat penyesuaian,
mengakomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur minoritas. Masyarakat
multikultural akomodatif merumuskan dan menarapkan undang-undang, hukum dan
kekuatan sensitif secara kultural, memberikan kesempatan kepada kaum minoritas
untuk mengembangkan kebudayaannya dan minoritas tidak menentang kultur yang
dominan. Multikultural ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis dan beberapa
negara Eropa yang lain.
3. Multikulturalisme otomatis, masyarakat yang plural dimana
kelompok kultura yang utama berusaha mewujudkan kesetaraan dan menginginkan
kehidupan otonom dalam kerangka politik secara kolektif dan dapat diterima.
Contoh dari multikultural ini adalah masyarakat muslim yang berada di Eropa
yang menginginkan anaknya untuk memperoleh pendidikan yang setara dan
pendidikan anaknya sesuai dengan kebudayaannya.
4. Multikulturalisme kritikal interaktif, masyarakat yang
plural dimana kelompok kultur tidak terlalu concern dalam kehidupan kultur
otonom; tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan
menegaskan perfektif distingtif mereka. Multikultural ini, berlaku di Amerika
Serikat dan Inggris perjuangan kulit hitam dalam menuntut kemerdekaan.
5. Multikultural kosmopolitan, yang berusaha menghapuskan kultur
sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana individu tidak lagi
terikat dan committed kepada budaya tertentu. Ia secara bebas terlibat dengan
eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kultur
masing-masing. Para pendukung multikultural ini adalah para intelektual
diasporik dan kelompok liberal yang memiliki kecenderungan posmodernism dan
memandang kebudayaan sebagai resauorces yang dapat mereka pilih dan ambil
secara bebas. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya).
Multikulturalisme dalam penerapan
dan bagaimana kita cara melaksanakannya. Konsep dan kerangka dalam
multikulturalisme di paparkan oleh B. Hari Juliawan dengan membagi
multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya. Pertama kerangka
multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri.
Multikulturalisme menunjukan sikap normatif tentang fakta keragaman.
Multikulturalisme memilih keragaman kultur yang diwadahi oleh negara, dengan
kelompok etnik yang diterima oleh masyarakat luas dan diakui keunikan etniknya.
Kelompok etnik tidak membentul okomodasi politik, tetapi modifikasi lembaga
publik dan hak dalam masyarakat agar mengakomodasi keunikannya. Kerangka
multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu
akomodasi kepentingan, dikarenakan jika kita ambil saripati dari
multikulturalisme adalah menegemen kepentingan. Kepentingan disini merupakan
yang relevan dari konsep multikulturalisme yang terbagi menjadi dua macam
kepentingan yang bersifat umum dan khusus. Kepentingan yang bersifat umum
pemenuhan yang sama pada setiap orang tanpa membedakan identitas kultur.
Sedangkan kepentingan khusus pemenuhan yang terkait dengan aspek khusus
kehidupan (surlvival) kelompok yang bersangkutan. Misalkan kelompok
masyarakat adat dapat melaksanakan adatnya masing-masing tanpa intimidasi dari
pemerintah dan ketuatan kelompok yanga lain. Kerangka multikulturalisme yang
ketiga merupakan ideologi politik dengan menjadikan setiap orang atau kelompok
minor dapat menyampaikan aspirasi politiknya tanpa terjadinya penindasan dan
ancaman. Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari
multikulturalisme yang pantas diperjuangkan dikarenaka dibalik itu ada tujuan
hidup bersama, dengan pemenuhan hak-hak hidup. Hal tersebut dikarenakan dalam
multikulturalisme merupakan penghargaan terhadap perbedaan.
C. Pengaruh
Globalisasi Terhadap Multikulturalisme Masyarakat Dunia
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia
dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu
proses dari pikiran yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh
bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi patokan bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Sebagai suatu proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi
dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dilihat
dari dimensi ruang akan semakin dipersempit dan dari dimensi waktu semakin
dipersingkat dalam berinteraksi dan berkomunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Teknologi informasi dan komunikasi
adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan
teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan
kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi
tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh besar bagi
kehidupan suatu negara termasuk negara kita Indonesia. Pengaruh tersebut dibagi
menjadi dua yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh positif globalisasi terhadap masyarakat
Indonesia.
- Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan
dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah
bagian dari suatu negara. Jika pemerintahan dijalankan secara jujur,
bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat.
Tanggapan positif tersebut berupa jati diri terhadap negara menjadi
meningkat dan kepercayaan masyarakat akan mendukung yang dilakukan oleh
pemerintahan.
- Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar
internasional, meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan
devisa suatu negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan
kehidupan ekonomi bangsa yang dapat menunjang kehidupan nasional dan akan
mengurangi kehidupan miskin.
- Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola
berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek
dari negara lain yang sudah maju untuk meningkatkan kedisplinan bangsa
yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan mempertebal jati diri
kita terhadap bangsa. Serta kita juga dapat bertukar ilmu pengetahuan
tentang budaya suatu bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap masyarakat
Indonesia.
- Aspek politik, Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat
Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran.
Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke
ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya jati diri bangsa
akan luntur dan tidak mungkin lagi bangsa kita akan terpecah belah.
- Aspek Globalisasi ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap
produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (mainan, minuman,
makanan, pakaian, dll) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya jati diri
bangsa kita. Maka hal ini akan menghilangkan beberapa perusahaan kecil
yang memang khusus memproduksi produk dalam negeri.
- Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan
identitas diri sebagai bangsa Indonesia dimana dilihat dari sopan santun
mereka yang mulai berani kepada orang tua, hidup metal, hidup bebas, dll.
Justru anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah masuk
ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat yang
oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
- Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara
yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi
ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka pengangguran dan tingkat
kemiskinan suatu bangsa.
- Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan
ketidakpedulian sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang
tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal jati diri bangsa kita
dahulu mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat sekarang
contohnya saja di perumahan / komplek elit, mereka belum tentu mengenal
sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya kepedulian,
karena jika tidak kenal maka tidak sayang.
Dampak di atas akan perlahan-lahan mempengaruhi kehidupan bangsa
Indonesia, Akan tetapi secara keseluruhan aspek dapat menimbulkan rasa
nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau luntur. Sebab globalisasi
mampu membuka cakrawala masyarakat Indonesia secara global. Apa yang ada di
luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk
diterapkan di negara kita. Bila dilaksanakan belum tentu sesuai di Indonesia.
Bila tidak dilaksanakan akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak
anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Pengaruh Globalisasi Terhadap jati diri di
Kalangan Generasi Muda.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama
di kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda
kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda
sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti
selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut
jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya
bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi
tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet
sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya
tentu akan memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar
dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka
situs-situs porno, bahkan sampai terkena penipuan. Bukan hanya internet saja,
ada lagi pegangan wajib mereka yaitu hand phone, apalagi sekarang ini mulai
muncul hand phone yang berteknologi tinggi. Mereka justru berlomba-lomba untuk
memilikinya, tapi kita lihat alat musik kebudayaan kita belum tentu mereka
mengetahuinya. Hal ini jika kita lihat dari segi sosial, maka kepedulian
terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih kesibukan
dengan menggunakan handphone tersebut.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak
tahu sopan santun dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena
globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka
hati mereka. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya generasi
muda bangsa? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis
antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena
tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap
masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa
akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki jati diri?
Marilah kita Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia, terima
globalisasi dengan rasa kritis dan banyak melakukan hal positif dalam
menggunakan globalisasi yang ada sekarang ini. Sebagai masyarakat Indonesia
mulai dari sekarang kita utamakan produk dalam negeri dan kenali kebudayaan
kita.