Selasa, 27 Desember 2011

politik multikulturalisme


A.    Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi yang artinya banyak atau beragam, kultural yang berarti budaya atau kebudayaan dan isme yang berarti aliran atau paham. Secara hakiki dalam kata tersebut terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
Multikulturalisme adalah paradigma yang menganggap adanya kesetaraan antar ekspresi budaya yang plural, selain itu multikulturalisme adalah sebuah filosofi —terkadang ditafsirkan sebagai ideologi—  yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern.
Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Menurut Prof Dr. Bakdi Soemanto, multikulturalisme adalah pandangan saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan dan bukan sekadar toleransi.
Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan  sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mengajarkan kepada kita bagaimana perbedaan yang ada tidak menjadi suatu hal yang dapat menyebabkan perpecahan atau konflik. Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.

B.       Politik Multikulturalisme
Pemerintahan berdasar politik multikulturalisme adalah pemerintahan dimana semua identitas partikular yang muncul dan berkembang di dalam masyarakat mendapat ruang. Setiap kelompok identitas partikular haruslah memiliki wakil di parlemen maupun di kabinet. Semua kelompok dari berbagai kalangan harus mendapat tempat untuk menyalurkan aspirasinya dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Tidak ada diskriminasi terhadap kelompok tertentu, hak untuk berperan serta dalam pemerintahan atau kegiatan politik terbuka selebar-lebarnya bagi semua kelompok yang ada.
Menurut Kymlicka (dalam Haryatmoko, 2009) arah atau tujuan politik multikulturalisme  adalah : ”Pengakuan keberagaman budaya yang menumbuhkan kepedulian agar berbagai kelompok yang termarjinalisasi dapat terintegrasi, dan masyarakat mengakomodasi perbedaan budaya agar kekhasan identitas mereka diakui”.
Rumusan ini mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu identitas, partisipasi, dan keadilan. Identitas terukir dalam menerima keberagaman budaya dan agama. Kekhasan mengafirmasi dalam perbedaan. Dengan menjawab kebutuhan identitas, lahir penghargaan diri sehingga memperkuat komitmen terhadap kolektivitas.
Di Indonesia, politik multikulturalisme mulai menjadi wacana hangat yang diperbincangkan banyak orang ketika mantan presiden Gus Dur menjabat. Mantan Presiden Republik Indonesia yang kini sudah meninggal dunia, merupakan tokoh yang menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan atau pluralisme yang ada di Indonesia. Beliau mengakui keberadaan dan eksistensi kaum Tionghoa ditengah-tengah warga pribumi, bahkan keturunan Tionghoa mendapat kesempatan untuk berperan serta dalam pemerintahan. Selain itu, Konghuchu, agama warga Tionghoa diakui sebagai agama resmi ke enam di Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur.
Tiga aspek penting dari sikap eksistensial Gus Dur sebagai penghayatan hidupnya akan multikulturalisme. Ketiga aspek itu kiranya dapat menjadi landasan bagi terbangunnya sebuah politik multikulturalisme di Indonesia, yaitu terbangunnya penghayatan hidup bersama akan keberagaman sebagai bagian dari hidup bersama yang perlu dihayati secara konsekuen.
Aspek pertama dari multikulturalisme yang dengan gigih dihayati oleh Gus Dur adalah pengakuan akan adanya pluralitas atau perbedaan cara hidup, baik secara agama, budaya, politik, maupun jenis kelamin. Inilah yang disebut Will Kymlicka sebagai the politics of recognition: sikap yang secara konsekuen mengakui adanya keragaman, keberbedaan, dan kelompok lain sebagai yang memang lain dalam identitas kulturalnya.
Hal tersebut memberi ruang kepada masing-masing masyarakat yang berbeda tersebut untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri tanpa harus takut terkena diskriminasi dari pihak lain karena haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Konsekuensi logis dari pilihan politik seperti itu adalah toleransi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari politik pengakuan. Akibat logis yang masuk akal dari politik pengakuan adalah membiarkan orang lain berkembang dalam identitasnya yang unik. Gus Dur menghayati dan mempraktikkan toleransi yang berbeda dan sudah satu langkah lebih maju. Beliau menghayati dan mempraktekan toleransi positif-maksimal yaitu membela kelompok mana saja —termasuk khususnya minoritas— yang dihambat pelaksanaan identitas kulturalnya. Bahkan, lebih maksimal lagi, ia mendorong semua kelompok melaksanakan penghayatan identitas kulturalnya secara konsekuen selama tidak mengganggu ketertiban bersama, tidak mengganggu dan menghambat kelompok lain. Beliau mendorong orang Kristen menjadi orang Kristen sebagaimana seharusnya seorang Kristen yang baik. Beliau pun mendorong orang Papua menjadi orang Papua dalam identitas budayanya yang unik dan seterusnya.
Aspek ketiga dari multikulturalisme Gus Dur adalah semakin ia mengakui kelompok lain dalam perbedaannya dan mendorong kelompok lain menjadi dirinya sendiri, semakin Gus Dur menjadi dirinya sendiri dalam identitas kultural dan jati dirinya. Semakin Gus Dur mendorong umat dari agama lain menghayati agamanya secara murni dan konsekuen, beliau justru semakin menjadi seorang muslim yang baik dan taat.
Sikap menghargai terhadap perbedaan yang ada di negara Indonesia ini yang dicontohkan oleh Gus Dur, merupakan cermin bagi kita semua bahwa perbedaan baik dalam segala hal pun bukan merupakan hambatan namun justru sebagai alat pemersatu dan pelengkap satu sama lain. Multikulturalisme bukan sebuah ancaman terhadap tertib sosial. Multikulturalisme dengan politik pengakuan dan toleransinya yang dihayati secara konsekuensi sebagai eksistensi manusia justru akan menjamin tertib sosial dan melalui itu setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri dalam keragaman yang unik.
C.      Sasaran Politik Multikultural :
  1. Membentuk toleransi, keterbukaan, dan solidaritas.
  2. Membangun artikulasi politik dan multikulturalisme guna menciptakan ruang publik agar beragam komunitas berinteraksi untuk memperkaya budaya dan memfasilitasi konsensus.
  3. Mengimbangi kebijakan ekonomi yang teknokratis, multikulturalisme mengusulkan sistem baru representasi dan partisipasi.
  4. Penataan ruang publik menyangkut tiga aspek, yaitu fisik-sosial, budaya, dan politik.




globalisasi dan multikulturalisme


A. Konsep Globalisasi
            Konsep globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan atau penyatuan
seluruh aspek kehidupan di dunia ini. Penyatuan ini dilakukan melalui upaya
penyeragaman yang mendunia meliputi seluruh negara yang ada. Ketika suatu
istilah baru menjadi populer, hal ini seringkali meliputi suatu perubahan penting
sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan
kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filsof, Jeremy Bentham
mengistilahkan “internasional” pada tahun 1780, dianggap sebagai suatu
pencerahan, dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidup
keseharian, yaitu berkembangnya negara/bangsa dan transaksi yang terjadi
melintasi batas diantara masyarakat di dunia.
          Pada tahun 1980, terjadi perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini
dilihat dari perbincangan mengenai globalisasi telah tersebar luas. Istilah ini
kemudian secara cepat menjadi standar kata-kata di berbagai bidang, baik di
lingkungan akademis, jurnalis, politisi, bankir, periklanan, ekonomi, dan
hiburan. Lambat-laun, globalisasi menjadi suatu proses hubungan sosial secara
relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasanbatasan
secara nyata, sehingga ruang lingkup kehidupan manusia semakin
bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai
satu kesatuan tunggal. Globalisasi mengharuskan pergerakan barang dan jasa antar-negara di seluruh dunia bergerak bebas dalam perdagangan, tanpa halangan apapun.
Bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan,
nilai budaya, dan lain-lain. Jargon globalisasi muncul dari neoliberalisme yang
memiliki agenda restrukturisasi perekonomian dunia.
            Adapun problematika yang menjadi tantangan global terhadap
eksistensi jatidiri bangsa adalah sebagai berikut:
a.       Pluralitas masyarakat Indonesia tidak hanya berkaitan dengan budaya, tetapi
juga dimensi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat sehingga proses
globalisasi informasi membawa dampak yang sangat kompleks.
b.      Salah satu dampak globalisasi informasi bagi bangsa Indonesia yaitu dimulai
dari timbulnya krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis
multidimensi. Dalam waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami empat kali
pergantian pemerintahan. Tidak hanya itu, di era reformasi muncul berbagai
macam kerusakan dan pemberontakan yang disertai isu anarkis, SARA,
dan separatisme.
c.       Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin
menyempit dan jarak waktu semakin memendek. Akibatnya bagi bangsa
Indonesia yang berorientasi pada negara-negara maju, dalam waktu relatif
singkat dapat beradaptasi terutama di bidang teknologi, ekonomi, sosial,
dan
budaya.
Akhirnya, tidak menutup kemungkinan timbul kehidupan sosial budaya dalam
kondisi persaingan yang sangat tajam, rasa solidaritas semakin menipis,
manusia seolah tidak begitu peduli lagi dengan kehidupan orang lain.
Bangsa Indonesia yang dulu dipandang sebagai masyarakat yang kuat
solidaritasnya, sekarang menjadi masyarakat yang mementingkan diri sendiri,
egoisme semakin menonjol, yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·         Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
·         Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·         Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·         Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
·         Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Adapun dampak globalisasi antara lain:
1. Dampak positif
·         Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
·         Mudah melakukan komunikasi
·         Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
·         Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
·         Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
·         Mudah memenuhi kebutuhan
2. Dampak negatif
·         Informasi yang tidak tersaring
·         Perilaku konsumtif
·         Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
·         Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
·         Mudah terpengaruh oleh hal yang b
·         \erbau barat.

B. Konsep Multikulturalisme
Pengertian multikulturalisme diberikan oleh para ahli sangat beragam, multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan yang pluralis dan multikultural yang ada dalam kehidupan masyarakat. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya). Multikulturalisme secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada. Menurut longer oxford directionary istilah “multiculturalme” merupakan deviasi kata multicultural kamus ini meyetir dari surat kabar di Kanada, Montreal times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat multicultural dan multilingual. (Muhaemin el-Ma’hadi, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikulturalisme). Multikulturalisme ternyata bukanlah pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang kompleks, nyaitu “multi” yang berarti plural dan “kulturalisme” berisi tentang kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama; pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam gelombang pertama multikulturalisme yang esensi terhadap perjuangan kelakuan budaya yang berbeda (the other). (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).
Konsep multikulturalisme tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep multikulturalisme menekankan keanekaragaman dan kesederajatan. Multikulturalisme harus mau mengulas berbagai permasalahan yang mengandung ideologi, politik, demokerasi, penegakan hukum, keadialan, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan peningkatan mutu produktivitas. (Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural). Memang dalam kerangka konsep masyarakat multikultural dan multikulturalisme secara subtantif tidaklah terlalu baru di Indonesia dikarenakan jejaknya dapat ditemukan di Indonesia, dengan prinsip negara ber-Bhenika Tunggal Ika, yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah masyarakat multikultural tetapi masih terintregrasi ke-ikaan dan persatuan. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya). Sebagai gambaran tentang multikulturalisme digambarkan oleh John Haba tentang semangat kekristenan mulai menurun dikalangan intelektual dunia barat dipengaruhi semangat multikulturalisme, maka persilangan paradigma, tentang boleh tidaknya gereja dilakalangan misi bukan kristen. Para intelektual barat melemahkan visi dan misi gereja di era posmodernisme dan mereka bersikap apatis dan bahkan memilih menjadi pengikut agama Budha, Hindu atau ateis menjadi warga gereja. (John Haba, Gereja dan Masyarakat Majemuk). Multikulturalisme bukanlah sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakat. multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan konsep bangunan untuk dijadikan acuan guna memahami mengembangluaskannya dalam kehidupan bermasyarakat.untuk memahami multikulturalisme, diperlukan landasan pengetahuan berupa konsep-konsep yang relevan dan mendukung serta keberadaan berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan. Akar dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan yang dimasudkan disini adalah konsep kebudayaan yang tidak terjadi pertentangan oleh para ahli, dikarenakan multikulturalisme merupakan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan harus dulihat dari perfektif fungsinya bagi manusia. (Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural).
Dengan pengunaan istilah dan praktek dari multikulturalisme, Parehk membedakan lima jenis multikulturalisme.
1.      Multikulturalisme asosianis, yang mengacu pada masyarakat dimana kelompok berbagai kultur menjalankan hidup secara otonom dan menjalankan interaksi minimal satu sama lain. Contohnya adalah masyarakat pada sistem “millet”, mereka menerima keragaman tetapi mereka mempertahankan kebudayaan mereka secara terpisah dari masyarakat lainnya.
2.      Multikultualisme okomodatif, yakni masyarakat plural yang memiliki kultura dominan, yang membuat penyesuaian, mengakomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur minoritas. Masyarakat multikultural akomodatif merumuskan dan menarapkan undang-undang, hukum dan kekuatan sensitif secara kultural, memberikan kesempatan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan kebudayaannya dan minoritas tidak menentang kultur yang dominan. Multikultural ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis dan beberapa negara Eropa yang lain.
3.      Multikulturalisme otomatis, masyarakat yang plural dimana kelompok kultura yang utama berusaha mewujudkan kesetaraan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik secara kolektif dan dapat diterima. Contoh dari multikultural ini adalah masyarakat muslim yang berada di Eropa yang menginginkan anaknya untuk memperoleh pendidikan yang setara dan pendidikan anaknya sesuai dengan kebudayaannya.
4.      Multikulturalisme kritikal interaktif, masyarakat yang plural dimana kelompok kultur tidak terlalu concern dalam kehidupan kultur otonom; tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perfektif distingtif mereka. Multikultural ini, berlaku di Amerika Serikat dan Inggris perjuangan kulit hitam dalam menuntut kemerdekaan.
5.      Multikultural kosmopolitan, yang berusaha menghapuskan kultur sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana individu tidak lagi terikat dan committed kepada budaya tertentu. Ia secara bebas terlibat dengan eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kultur masing-masing. Para pendukung multikultural ini adalah para intelektual diasporik dan kelompok liberal yang memiliki kecenderungan posmodernism dan memandang kebudayaan sebagai resauorces yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya).
Multikulturalisme dalam penerapan dan bagaimana kita cara melaksanakannya. Konsep dan kerangka dalam multikulturalisme di paparkan oleh B. Hari Juliawan dengan membagi multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya. Pertama kerangka multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri. Multikulturalisme menunjukan sikap normatif tentang fakta keragaman. Multikulturalisme memilih keragaman kultur yang diwadahi oleh negara, dengan kelompok etnik yang diterima oleh masyarakat luas dan diakui keunikan etniknya. Kelompok etnik tidak membentul okomodasi politik, tetapi modifikasi lembaga publik dan hak dalam masyarakat agar mengakomodasi keunikannya. Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu akomodasi kepentingan, dikarenakan jika kita ambil saripati dari multikulturalisme adalah menegemen kepentingan. Kepentingan disini merupakan yang relevan dari konsep multikulturalisme yang terbagi menjadi dua macam kepentingan yang bersifat umum dan khusus. Kepentingan yang bersifat umum pemenuhan yang sama pada setiap orang tanpa membedakan identitas kultur. Sedangkan kepentingan khusus pemenuhan yang terkait dengan aspek khusus kehidupan (surlvival) kelompok yang bersangkutan. Misalkan kelompok masyarakat adat dapat melaksanakan adatnya masing-masing tanpa intimidasi dari pemerintah dan ketuatan kelompok yanga lain. Kerangka multikulturalisme yang ketiga merupakan ideologi politik dengan menjadikan setiap orang atau kelompok minor dapat menyampaikan aspirasi politiknya tanpa terjadinya penindasan dan ancaman. Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme yang pantas diperjuangkan dikarenaka dibalik itu ada tujuan hidup bersama, dengan pemenuhan hak-hak hidup. Hal tersebut dikarenakan dalam multikulturalisme merupakan penghargaan terhadap perbedaan.
C. Pengaruh Globalisasi Terhadap Multikulturalisme Masyarakat Dunia
            Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari pikiran yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi patokan bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Sebagai suatu proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dilihat dari dimensi ruang akan semakin dipersempit dan dari dimensi waktu semakin dipersingkat dalam berinteraksi dan berkomunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.






Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh besar bagi kehidupan suatu negara termasuk negara kita Indonesia. Pengaruh tersebut dibagi menjadi dua yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh positif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
  1. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara. Jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa jati diri terhadap negara menjadi meningkat dan kepercayaan masyarakat akan mendukung yang dilakukan oleh pemerintahan.
  1. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan devisa suatu negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang dapat menunjang kehidupan nasional dan akan mengurangi kehidupan miskin.
  1. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek dari negara lain yang sudah maju untuk meningkatkan kedisplinan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan mempertebal jati diri kita terhadap bangsa. Serta kita juga dapat bertukar ilmu pengetahuan tentang budaya suatu bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
  1. Aspek politik, Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya jati diri bangsa akan luntur dan tidak mungkin lagi bangsa kita akan terpecah belah.
  1. Aspek Globalisasi ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (mainan, minuman, makanan, pakaian, dll) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya jati diri bangsa kita. Maka hal ini akan menghilangkan beberapa perusahaan kecil yang memang khusus memproduksi produk dalam negeri.
  1. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia dimana dilihat dari sopan santun mereka yang mulai berani kepada orang tua, hidup metal, hidup bebas, dll. Justru anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah masuk ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
  1. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka pengangguran dan tingkat kemiskinan suatu bangsa.
  1. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal jati diri bangsa kita dahulu mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat sekarang contohnya saja di perumahan / komplek elit, mereka belum tentu mengenal sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya kepedulian, karena jika tidak kenal maka tidak sayang.
Dampak di atas akan perlahan-lahan mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia, Akan tetapi secara keseluruhan aspek dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau luntur. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat Indonesia secara global. Apa yang ada di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Bila dilaksanakan belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dilaksanakan akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Pengaruh Globalisasi Terhadap jati diri di Kalangan Generasi Muda.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu akan memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno, bahkan sampai terkena penipuan. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu hand phone, apalagi sekarang ini mulai muncul hand phone yang berteknologi tinggi. Mereka justru berlomba-lomba untuk memilikinya, tapi kita lihat alat musik kebudayaan kita belum tentu mereka mengetahuinya. Hal ini jika kita lihat dari segi sosial, maka kepedulian terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih kesibukan dengan menggunakan handphone tersebut.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak tahu sopan santun dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya generasi muda bangsa? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki jati diri?
Marilah kita Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia, terima globalisasi dengan rasa kritis dan banyak melakukan hal positif dalam menggunakan globalisasi yang ada sekarang ini. Sebagai masyarakat Indonesia mulai dari sekarang kita utamakan produk dalam negeri dan kenali kebudayaan kita.


Kamis, 22 Desember 2011

Pengaruh Pariwisata terhadap Perkembangan Yogyakarta


A. Pengertian Pariwisata
      Pariwisata adalah suatu aktifitas yang kompleks, yang dapat dipandang sebagai suatu sistem yang besar, yang memiliki berbagai komponen seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan seterusnya yang dapat membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energy dobrak yang luar biasa,yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphosis dalam berbagai aspeknya.
Syarat suatu tempat dapat dikatakan sebagai tempat wisata yakni:
-  Unik dan menarik
-  Keadaaan alamnya indah
-  Kebersihan lingkunganya terawat
-  Masyarakatnya ramah
        Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung memberi, menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga mambawa dampak terhadap masyarakat setempat. Pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat antara lain sosial ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Selain itu industri pariwisata tidak hanya terkait pada atraksi wisata, tetapi juga terkait dengan industri lain, seperti perhotelan, restoran, angkutan (darat, laut, dan udara) dan produk-produk industri lainnya.Perkembangan pariwisata dewasa ini sangat pesat dan memberikan peluang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Untuk itu pembangunan pariwisata terus dipacu dan pemerintah mempunyai keyakinan bahwa pariwisata dapat menjadi sektor andalan menggantikan minyak dan gas bumi yang selama ini menjadi tumpuan pemerintah dalam menunjang penerimaan negara. Sosiologi pariwisata adalah cabang dari sosiologi yang mengkaji masalah-masalah kepariwisataan dalam berbagai aspeknya, pentingnya kajian sosiologis terhadap pariwisata Nampak semakin jelas apabila tipe kepariwisataan yang dikembangkan adalah pariwisata budaya karena sebagaimana disebutkan oleh Jerremy Boissevain (1996). Pariwisata budaya melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan lebih intensif, karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama pariwisata melekat pada masyarakat itu sendiri.
Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi daerah yang baru, mencari perubahan suasana atau untuk mendapat perjalanan baru. Hampir semua literature dan semua kajian studi lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai posiftif,yaitu dampak yang diharapkan,bahwa peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang kerja dan usaha,peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak dsb.
Beberapa tempat wisata di Yogyakarta yaitu :
1.      Pantai Parangtritis : Pantai Parangtritis terletak 27 km selatan Kota Jogja dan mudah dicapai dengan transportasi umum yang beroperasi hingga pk 17.00 maupun kendaraan pribadi. Pantai ini sangat indah jika dinikmati pada sore hari. Pantai parangtritis juga menawarkan kegembiraan bagi mereka yang berwisata bersama keluarga. Bermain laying-layang juga tak kalah menyenangkan, angin laut yang kencang sangat membantu membuat laying-layang terbang tinggi.
2.      Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kraton Yogyakarta merupakan pusat dari museum hidup kebudayaan Jawa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak hanya menjadi tempat tinggal raja dan keluarganya semata, Kraton juga menjadi kiblat perkembangan budaya Jawa, sekaligus penjaga nyala kebudayaan tersebut. Di tempat ini wisatawan dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya Jawa terus hidup serta dilestarikan
3.      Monjali sebuah  Monumen yang dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII yang berbentuk kerucut didalamnya terdapat banyak koleksi pada zaman perjuangan, monjali banyak dikunjungi terutama para pelajar baik dari Pulau Jawa maupun Luar Jawa
4.      Marlioboro merupakan salah satu cirri khas dari Yogyakarta, Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja yang sering da datangi oleh para wisatawan. Di Malioboro kita bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi.
5.      Kebun Binatang Gembiraloka yang sekarang juga masih dalam tahap renofasi juga sangat banyak pengunjungnya terutama rombongan dari siswa taman Kanak-kanak. Dan msih banyak lagi.

B. Pengaruh Perkembangan Pariwisata di Yogyakarta
Yogyakarta selain dinyatakan sebagai kota pelajar juga dinyatakan sebagai obyek wisata atau daerah tujuan wisata ke dua di Indonesia setelah Bali karena banyak menyimpan banyak obyek wisata baik obyek alam maupun obyek wisata budaya. Obyek wisata alam yang di miliki Yogyakarta antara lain kaliurang di Sleman, pantai Glagah, Pantai Congot,Goa Kiskenda di Kulon Progo, Pantai Samas, Pantai Parangtritis di Bantul, pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Krakal di Gunung Kidul. Sedang wisata budaya yang ada antara lain Candi Prambanan, Candi Ratu Baka, Candi Kalasan, Museum Kraton. Adapun atraksi-atraksi budaya antara lain upacara Sekaten, upacara Labuhan, Upacara Saparan Bekakak, Sendratari Ramayana di Prambanan dan atraksi-atraksi kesenian lainnya. Di samping seni tari yang memang dipersiapkan untuk mendukung kemajuan wisata diadakan festival-festival Sendratari, festival permainan rakyat, festival kesenian dan sebagainya.
Bagi daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya tidak sulit untuk megembangkan pariwisata , hal ini karena dukungan yang sudah ada, seperti obyek-obyek wisata yang sudah disebutkan tadi. Hanya tinggal bagaimana pengembangan dan pemasaranya supaya menarik para wisatawan. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Yogyakarta makin lama makin meningkat. Untuk memberikan pelayanan tamu wisata agar betah tinggal lama di Yogyakarta perlu diperhatikan sarana penunjangnya. Yang dalam hal ini adalah akomodasi, seperti penginapan atau hotel berbintang maupun yang non bintang. Tentang sarana penunjang ini yogyakarta telah memiliki beberapa hotel berbintang, yakni Ambarukmo place, Hotel Garuda, Sahid Garden Hotel dan masih banyak lagi. Selain hotel-hotel berbintang juga terdapat penginapan non bintang yang masuk klasifikasi melati.
Dibenahinya obyek-obyek wisata dan sarana penunjang merupakan respon perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam hal ini sejak sebelum dinyatakan pembangunan pariwisata di Indonesia (GBHN 1983) Yogyakarta telah memiliki obyek wisata yang cukup menarik perhatian orang, misalnya Kraton,Museum Kaliurang, Pantai Parangtritis, Prambanan. Terutama Kraton dan Prambanan sangat mendukung pariwisata di daerah Yogyakarta. Pengembangan pariwisata di daerah Yogyakarta itu tentunya akan membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat, terutama masyarakat disekitar obyek wisata. Dampak yang mungkin muncul ini merupakan konsekuensi dari pengembangan atau pembangunan pariwisata yang membawa pengaruh pada perubahan -perubahan sosial. Dampak yang muncul ini mungkin menguntungkan (positif) dan mungkin juga merugikan (negative) bagi masyarakat sekitar ataupun pemerintah dan badan-badan yang berkecimpung dibidang kepariwisataan. Untuk melihat dampak positif dan negative ini tergantung dari sudut mana masyarakat pemerintah daerah atau badan-badan yang berkecimpung dalam bidang kepariwisataan (biro-biro perjalanan).  
Pada hakekatnya pembangunan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi untuk memperbesar penerimaan devisa memperluas dan meratakan kesempatan kerja dan lapangan kerja terutama masyarakat setempat. Di satu pihak pembinaan dan pengembangan kepariwisataan dalam negeri ditujukan pula untuk meningkatkan kualitas kebudayaan bangsa. (TAP.MPR.NO.II/MPR/1988:GBHN) dari penegasan tadi dapat dilihat bagaimana dampak positif dan negative pengembangan pariwisata terhadap kehidupan ekonomi dan bagaimana pula dampaknya pada kehidupan sosial budaya.
Bagi pemerintah daerah, berkembangnya pariwisata yang disertai dengan datangnya atau kunjungan wisatawan yang mau tinggal lama adalah menguntungkan. Karena pemasukan devisa dapat diharapkan bahkan dapat melebihi target tahunan yang ditentukan. Hal ini dapat dicontohkan dengan melihat pengembangan obyek wisata Parangtritis , apalagi setelah dibukanya jembatan Kretek yang melintas kali opak. Dibukanya jembatan ini sangat mendukung pengembangan wisata di Panti Parangtritis. Berkembangnya pariwisata yang member kesempatan pada munculnya hotel-hotel, restaurant,toko-toko penjual cidera mata itu member peluang dan kesempatan kerja. Dari segi ekonomi ini merupakan dampak positi. Kesempatan kerja inipun tidak harus karena adanya hotel-hotel,restaurant dan lain sebagainya tetapi diusahakan dari masyarakat disekitar obyek wisata itu sendiri. Misalnya dibukanya daerah itu untuk kawasan wisat, maka akan merangsang masyarakat untuk menciptakan usaha sendiri dengan menyediakan apa saja yang dibutuhkan para wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata itu. Hal ini misalnya telah dilakukan masyarakat Parangtritis, dengan berkembangnya obyek pariwisata ini kita lihat usaha masyarakat dengan mengadakan bendi, kuda wisata.
Namun perlu disadari dan diperhatikan bahwa perkembangan pariwisata ini tidak selamanya menguntungkan bagi kehidupan ekonomi. Dampak negative yang mungkin muncul adalah terjadinya ketimpangan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Misalnya pertumbuhan ekonomi kota tidak seimbang dengan pertumbuhan otonomi pedesaan artinya pertumbuhan ekonomi kota jauh lebih baik dari masyarakat desa. Hal ini bisa saja terjadi karena kota lenih banyak fasilitas yang member banyak kemudahan para wisatawan. Sedang masyarakat sekitar obyek wisata tidak begitu saling mempengaruhi secara mendalam.
Yogyakarta yang dinyatakan sebagai daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali memiliki atraksi-atraksi budaya, khususnya kesenian tari yang dapat dijadikan aset wisata budaya daerah Yogyakarta. Untuk kepentingan wisata sudah sejak tahun 1961 yogyakarta menyediakan  kemasan seni pertunjukan yakni sendratari Ramayana (prof.Dr.R.M Soedarsono,1986:6). Perkembangan pariwisata dewasa ini makin meningkat dan memacu untuk memproduksi seni produksi kemasan yang dikonsumsi bagi kepentingan para wisatawan. Tampaknya dalam pengembangan pariwisata di daerah Yogyakarta terhadap kesenian khususnya seni pertunjukan melahirkan seni kemasan. Maksud seni kemasan adalah mempersingkat waktu pertunjukan demi efisiensi dan ekonomis. Lagipula kota lebih bersifat dinamis ini tidak ada pada masyarakat desa. Bila tidak diperhatikan ketimpangan ini akan memunculkan semacam kecemburuan sosial. Karena itu perlu perencanaan upaya meratakan rejeki pariwisata sampai kedaerah pedesaan. Caranya dengan mengunakan desa-desa sebagai obyek wisata dan mengarahkan agar para wisatawan mancanegara dapat masuk kesana (Hasbullah Asyori, 1992). Dengan demikian setidak-tidaknya tujuan pembangunan pariwisata seperti yang dikehendaki GBHN dapat terwujud.
Kaitanya dengan perkembangan pariwisata, khususnya di daerah Yogyakarta memberikan dampak sosial budaya terhadap masyarakat disekitar kawasan wisata. Secara garis besar ditunjukkan bahwa perkembangan pariwisata ini membawa dampak terjadinya perubahan-perubahan sosial. Perubahan ini justru karena wisatawan mancanegara yang datang dengan budayanya itu secara tidak langsung menyebabkan terjadi proses akulturasi. Akibat akulturasi ini terjadi pergeseran norma-norma sosial, sistem nilai budaya, kesenian, tekhnologi dan lain sebagainya. Dari pengamatan terlihat bahwa dampak pariwisata terhadap sosial budaya ini tiodak terlalu luas dan mendalam (Astrid S.Soesanto,1979:49). Ini berbeda dengan dampak pariwisata terhadap kehidupan ekonomi. Hal ini diperkuat Boedhisantoso (1978:28) yang mengatakan bahwa pengaruh langsung pariwisata lebih ke sector perdagangan dan tidak begitu halnya terhadap nilai budaya. Ini bisa terjadi karena umumnya di daerah Yogyakarta khususnya kehadiran wisatawan itu tidak begitu lama sehingga kontak dan interaksi budaya wisatawan dengan masyarakat tidak berlangsung secara mendalam. Tegasnya dampak pariwisata terhadap kesenian atau seni wisata dalam format kecil atau padat yang tidak menganggu akar budayanya yang telah mantap.
Dampak pariwisata yang lain  tampak pada tekhnologi. Dampak pariwisata terhadap tekhnologi yaitu antara lain tampak pada pakaian atau busana, peralatan atau alat-alat transportasi serta bangunan-bangunan tempat tinggal. Sebenarnya dampak pariwisata terhadap tekhnologi pada umumnya bersifat alih fungsi sebagian lain merupakan semacam munculnya mode baru atau corak baru yang mungkin akan ccepat ditinggalkan untuk menemukan mode lain. Perubahan-perubahan sosial budaya yang dalam hal ini tekhnologi yang dakatakan sebagai dampak pengembangan pariwisata itu memang Nampak tapi hanya sebatas pada fisiknya saja.
Dampak pengembangan pariwisata di daerah Yogyakarta yang bersifat alih fungsi teknologi itu misalnya pada bangunan-bangunan tempat tinggal dan juga tampak pada alat-alat transportasi. Bangunan-bangunan yang dialihfungsikan ini banyak ditemui di daerah pawirotaman, bangunan tempat tinggal juragan batik ini dengan merosotnya usaha batik mereka dimanfaatkan dan dikembangkan sedemikian rupa untuk dijadikan penginapan. Dalam bangunan yang dikembangkan ini digunakan pula alat-alat atau teknologi baru antara lain AC, susunan inferiorpun disesuaikan dengan selera para tamu. Alih fungsi lain adalah alat-alat transportasi yaitu andhong dan becak, seperti kita ketahui andhong dan becak merupakan alat angkutan umum khas Yogyakarta dan Surakarta, dengan berkembangnya daerah pariwisata di Yogyakarta andhong dan becak dialihfungsikan menjadi alat angkutan wisata kemudian dampaknya terhadap alat-alat angkutan umum hanya bersifat penambahan trayek baru yang menuju ke obyek wisata,misalnya bus birowa, baker ke Baron.
Mode baru yang muncul semenjak berkembangnya dunia pariwisata di Yogyakarta terlihat pada pakaian. Motif yang digunakan tetap motif batik. Hanya model pakaian yang digunakan kadang mengikuti atau mengambil model yang biasanya lepas dari model-model tradisional,klasik karena disesuaikan dengan selera wisatawan. Selain itu juga cara berpakaianpun merambah mempengaruhi warga masyarakat yang setempat berhubungan dengan para wisatawan. Cara mengenakan pakaianpun terutama kaum mudanya ada sementara yang menirukan seperti apa dan bagaimana wisatawan asing itu berpakaian. Sebenarnya apa yang dikemukakan di atas termasuk pemenuhan fasilitas yang tentunya dibutuhkan para wisatawan. Juga mempunyai maksud agar para wisatawan mau tinggal lama. Waktu tinggal lama berpengaruh pada pemasukan daerah. Karena itulah setiap daerah selalu mengupayakan berkembangnya kepariwisataan untuk mendukung pengembangan didaerahnya.
Disamping dampaknya terhadap teknologi pengembangan pariwisata itu juga berpengaruh pada perilaku masyarakat terutama masyarakat disekitar obyek wisata. Misalnya kita lihat pada masyarakat Pawirotaman yang sepanjang jalanya adalah penginapan yang tamunya adalah wisatawan mancanegara. Setiap saat masyarakat Pawirotaman berjumpa dan berhubungan dengan para wisatawan, sedikit banyak karena berhubungan langsung maka diantara individu masyarakat itu akan berperilaku yang kadang menyimpang dari norma-norma sosial yang berlaku, sehingga muncul sikap yang tak peduli dengan masyarakat lain, sikap ini juga merambah pada masyarakat Parangtritis. Sebaliknya bagi masyarakat Prambanan yang di pindahkan ke KlurakBaru tidak menampakkan perubahan perilakujustru kepindahan mereka ketempat baru ini mempererat hubungan dan sikap saling membantu lebih kuat. Intensitas hubungan ini akan memyebabkan terjadinya sentuhan budaya yang berpengaruh pada pola perilaku seseorang yang mendukung budaya itu.
Dampak perkembangan pariwisata di Yogyakarta terhadap kehidupan beragama tidak tampak. Dalam kepariwisataan yang pada umumnya obyeknya adat istiadat. Di Yogyakarta antara kepentingan agama dan adat istiadat itu terpisah karena itulah maka tidak berpengaruh terhadap agama.
C. Pengembangan Pariwisata Yogyakarta
Pengembangan pariwisata Yogyakarta perlu diarahkan pada pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pelestarian budaya. Untuk menciptakan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada kelestarian budaya, ada sejumlah hal yang dapat ditempuh. Pertama, penggalakan kembali festifal-festifal kebudayaan lokal. Kedua, perlu adanya pemetaan tata ruang pariwisata. Ketiga, memberikan muatan lokal kebudayaan dalam kurikulum pendidikan di Yogyakarta. Keempat, revitalisasi keraton sebagai pusat kebudayaan. Kelima, pembentukan tim pemantau pengembangan pariwisata. Jika berhasil diciptakan pengembangan pariwisata yang memperhatikan kelestarian budaya, dapat diyakini bahwa dari waktu ke waktu Yogyakarta akan tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai kota pariwisata.
Potensi pengembangan Yogyakarta
1.      Yogyakarta sebagai kota pendidikan, Sebutan Yogyakarta sebagai kota pendidikan mengacu pada jumlah lembaga pendidikan dan kualitas pendidikan di Yogyakarta. Tidak terhitung jumlah lembaga pendidikan mulai pendidikan pra-sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Kualitas lulusannya pun telah mendapat pengakuan berbagai pihak. Potensi Yogyakarta sebagai kota pendidikan ini menyebabkan banyak sekali generasi muda dari berbagai daerah yang ingin meneruskan pendidikannya di Yogyakarta terutama pendidikan menengah (SMU/SMK) dan pendidikan tinggi. Kedatangan para pelajar dan mahasiswa tersebut tentu saja memunculkan kegiatan bisnis seperti  rumah makan, tempat tinggal, perdagangan buku, rental, alat-alat kost, dan tempat hiburan. Jika terkelola dengan baik, predikat kota pendidikan akan mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk Yogyakarta.
2.      Yogyakarta sebagai kota budaya. Predikat kota budaya yang diberikan pada Yogyakarta mengacu pada keberadaan Kraton Yogyakarta yang dipandang sebagai pusat kebudayaan Jawa. Di samping itu banyak sekali budayawan dan sastrawan yang bertempat tinggal di Yogyakarta. Predikat kota budaya juga didukung oleh berbagai kegiatan kebudayaan seperti sekatenan dan labuhan. Potensi-potensi budaya ini jika dikelola dengan baik akan menjadi aset pariwisata yang cukup handal dan mampu menarik wisatawan untuk datang ke Yogyakarta.
3.      Yogyakarta sebagai kota pariwisata. Predikat kota pariwisata diberikan pada Yogyakarta karena sudah lama kota Yogyakarta menjadi daerah tujuan pariwisata baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Hampir setiap hari terutama pada saat musim liburan, banyak sekali wisatawan yang mengunjungi Prambanan, Kraton, Pantai Parangtritis, dan Malioboro untuk melakukan perjalanan wisata baik wisata umum maupun studi wisata. Jika predikat kota pariwisata ini tetap dipertahankan dan ditambah lagi dengan penyempurnaan berbagai sektor pariwisata, dapat dipastikan bahwa Yogyakarta akan mampu bersaing dengan daerah-daerah lain dalam upaya pembagunan daerah.
4.      Yogyakarta sebagai kota perjuangan. Predikat kota perjuangan diberikan pada Yogyakarta dengan mengacu pada berbagai peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terjadi di Yogyakarta. Sejumlah peristiwa sejarah pada akhirnya meninggalkan kenangan berupa tempat-tempat bersejarah, museum perjuangan, rute perjalanan gerilya, dan makam para pahlawan. Jika aset ini bisa dikelola dengan baik, Yogyakarta dapat menjadikan peninggalan-peninggalan itu sebagai sarana pengembangan Yogyakarta terutama untuk pengembangan sektor pariwisata.
Dunia pariwisata di Yogyakarta pada awal 2011 menunjukkan perkembangan yang baik ditinjau dari tingkat hunian hotel dan kunjungan wisatawan ke sejumlah lokasi wisata di kota tersebut. namun perkembangan ini menunjukkan hal yang baik pascaerupsi Merapi yang membuat pariwisata di Yogyakarta sempat terpuruk, namun masih tetap diperlukan promosi wisata yang lebih baik khususnya ke luar negeri mengingat jumlah wisatawan manca negara masih sedikit. Pariwisata berbasis budaya mengandung makna :
·         Pengembangan pariwisata disesuaikan dengan potensi yang ada dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
·         Penyempurnaan dan peningkatan jaringan kerjasama wisata dengan berbagai pihak dan daerah lain.
·         Menciptakan terobosan baru yang tetap berlandaskan pada wisata budaya, wisata bangunan bersejarah, wisata pendidikan dan wisata belanja dengan tetap mempertahankan dan mengembangan norma-norma religius/agama di dalam kehidupan masyarakat.
Kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kearifan local dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.